Pohon Beringin Pakan Kurai dan Sejarah Awal Berdirinya Pasa Ateh, Pasa Bawah, dan Pasa Aua Tajungkang Bukittinggi. Melihat perkembangan kegiatan pasar di Gurun Panjang dan Padang Gamuak yang merupakan daerah permukiman penduduk, maka para penghulu Kurai, Pangka Tuo Nagari dari jorong Guguk Panjang dan Aur Birugo, bermufakat untuk mencarikan tempat yang cukup luas di luar kampung, yaitu untuk tempat beristirahat bagi para pedagang dan buruh angkat kopi, serta tempat berjualan makanan dan minuman bagi anak Nagari Kurai V Jorong (Trides, 1999). [1]
Berdasarkan rapat para ninik mamak Kurai yang diadakan di bawah pohon beringin besar di Bukit Kubangan Kabau (Pasar Atas) pada tahun 1820, maka disepakati bukit tersebut dijadikan tempat berkumpul untuk ‘bertukar’ atau berjual – beli. Bukit tersebut lama – kelamaan berkembang menjadi suatu pasar, sehingga pada akhirnya dinamakan Pakan Kurai (Sati, 1990) dan saat ini dikenal dengan nama Pasa Ateh Bukitinggi. [2]
Berdirinya Pasa Bawah dan Pasa Aua Tajungkang
Tahun 1858 merupakan tahun yang penting dalam riwayat pasar dan Bukittinggi karena pada tahun tersebut tanah pasar dan sekitarnya diserahkan oleh para penghulu Nagari Kurai kepada Belanda untuk dikembangkan sebagai kawasan perdagangan. Pada tahun 1896 dibangun sebuah los besar yang pertama di tengah pasar dan kemudian disewakan kepada para pedagang. Los tersebut dinamakan Los Galuang karena bentuk konstruksi atapnya yang melengkung (Hadjerat, 1947). [3]
Pembangunan pasar selanjutnya dilakukan secara besar-besaran pada masa pemerintahan Controleur L. C. Westenenk (1901 – 1909). Lereng bukit sebelah timur didatarkan untuk pembangunan los-los pasar. Satu los dibangun di punggung bukit sebelah timur laut Los Galuang yang letaknya lebih rendah, khusus untuk pedagang ikan kering.
Empat los lainnya berada di Pasar Bawah, yaitu los ‘sayua’ (sayuran), los ‘maco’ (ikan), los ‘bareh’ (beras), dan los ‘karambia’ (kelapa). Pada tahun 1928 dilanjutkan pengembangan Pasar Bawah ke arah Pasar Aur Tajungkang di sebelah selatan yang menampung kegiatan perdagangan bahan bangunan dan kebutuhan sehari-hari. Terakhir, Pasar Banto dibangun sebagai pasar hewan ternak (Hadjerat, 1947; Zulqaiyyim, 1996). [3][4]
Sumber:
Pemanfaatan Cagar Budaya sebagai Pariwisata Pusaka di Kota Bukittinggi,
oleh Faisal Zulfi @tourpreneur (2017)
Foto diolah dari:
Pohon beringin besar di Bukit Kubangan Kabau,
oleh KITLV @kitlv_knaw (sekitar tahun 1820)
Passar Fort de Kock,
oleh Tropenmuseum @tropenmuseum (1920)
Artikel diolah dari:
[1] Bukittinggi, Riwayatmu Dulu,
oleh Trides (1999)
[2] Perkembangan Penduduk Kurai V Jorong,
oleh J. T. M. N. Sati (1990)
[3] Sedjarah Negeri Kurai V Djorong serta Pemerintahannya: Pasar dan Kota Bukittinggi,
oleh M. H. Hadjerat (1947)
[4] Sejarah Kota Bukittinggi (1837-1942),
oleh Zulqayyim (1996)