Tim mahasiswa UGM melakukan penelitian terkait upaya mengembalikan fungsi Surau sebagai sebagai kearifan lokal masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari Program Kreativitas Mahasiswa-Riset Sosial Humaniora yang menerima pendanaan penuh dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
“Latar belakang pengambilan tema ini didasarkan pada kondisi sosial di mana Surau sudah mulai kehilangan fungsinya dalam kehidupan masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat. Hal ini tentunya berpengaruh terhadap tatanan sosial masyarakat yang berlandaskan falsafah ‘Adaik Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).’
Sehingga perlu dilakukan berbagai pendekatan untuk mengembalikan eksistensi fungsi Surau di dalam masyarakat, salah satunya melalui pendekatan dalam sektor pendidikan.” Terang Muhammad Farid Wajdi, mahasiswa Fakultas Filsafat UGM.
Selain Farid, tim ini beranggotakan empat mahasiswa lainnya, yaitu Moch Zihad Islami dan Antika Widya Putri dari Fakultas Filsafat serta Nabila Alyssa Kurnia dan Aryuna Pramesthi Sudewo dari Fakultas Hukum.
Penelitian ini difokuskan pada tiga lokasi di Provinsi Sumatera Barat yaitu Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, dan Kabupaten Tanah Datar. Tim ini menggali informasi dari berbagai narasumber yang berasal dari latar belakang yang beragam seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, pengelola Surau, pengelola Madrasah Diniyah Awaliyah (MDA), serta akademisi.
Hal ini bertujuan agar penelitian ini mendapatkan benang merah komparasi antara Surau dan MDA dengan fenomena pergeseran falsafah ABS-SBK dalam kehidupan masyarakat Sumatera Barat.
Ia menerangkan, melihat pola kehidupan masyarakat Minangkabau di masa lampau dapat terlihat pada eksistensi Surau dalam suatu nagari. Surau memegang peranan penting dalam penciptaan generasi muda Minangkabau yang visioner, mandiri, beradab, berjiwa sosial, dan segenap nilai luhur lainnya.
Kegiatan belajar di Surau menjadi episentrum pendidikan terkait ilmu agama, pengetahuan adat, dan ilmu terkait kehidupan. Banyak tokoh bangsa yang dilahirkan melalui sistem pendidikan Surau, sebut saja Mohammad Hatta, M. Natsir, Buya HAMKA, H. Agus
Salim, Sutan Sjahrir, dan masih banyak lagi.
Salah satu hal yang diamati dalam penelitian ini adalah keunikan Surau yang menjadi lembaga edukasi terkait adat Minangkabau. Pengetahuan adat Minangkabau yang diajarkan di Surau meliputi petatah-petitih adat, silek, sambah kato, bahkan kesenian seperti Randai. Proses edukasi terkait adat Minangkabau inilah yang kemudian tidak ditemukan pada sistem pendidikan MDA yang dianggap menggeser Surau.
“Melalui penelitian ini kami turut merumuskan rekomendasi kebijakan kepada berbagai pihak terkait sebagai langkah pengembalian fungsi Surau di tengah masyarakat. Rekomendasi tersebut berupa usulan pembentukan mata pelajaran adat Minangkabau yang nantinya akan diimplementasikan dalam sistem pendidikan MDA.
Hal ini bertujuan agar kolaborasi sistem MDA yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dapat menginternalisasi nilai-nilai yang dahulu hanya diterapkan dalam Surau. Sehingga generasi muda Sumatera Barat yang mengenyam pendidikan di MDA tetap dapat menjadi insan yang paham akan nilai-nilai adat istiadat Minangkabau.” Ujar Farid.
oleh : Nabila Alyssa
Bukittinggiku Media Pratama, yang saat ini dikenal dengan @bukittinggiku merupakan portal informasi Kota Bukittinggi yang berbasis pada website dan sosial media.
@bukittinggiku berdiri secara independent di bawah naungan CV. Bukittinggiku Media Pratama dan di bawah lindungan Allah SWT sejak tahun 2011.
- Whatsapp Redaksi (klik disini)
- WhatsApp Marketing (klik disini)
- Join Grup WhatsApp & Telegram (klik disini)
- Facebook Page (klik disini)
- Instagram (klik disini)
- Twitter (klik disini)
- Youtube (klik disini)