Bukittinggi (27/7/2023) – BEM UFDK gelar Konferensi Pers untuk menjelaskan beberapa poin terkait alasan tidak datangnya mahasiswa UFDK dalam undangan Konferensi Pers dengan Pemko Bukittinggi pada Jumat 14 Juli 2023 di Balaikota Bukittinggi.
Konferensi Pers Rabu 26 Juli 2023 dipimpin oleh Presiden Mahasiswa UFDK Bukittinggi yaitu, Akbar Miftahul Rizki.
Dalam Konferensi tersebut dapat disorot beberapa poin utama alasan mahasiswa UFDK tidak datang dalam undangan dari pemko Bukittinggi.
Baca juga : Netijen Bukittinggiku Kirimkan 100 Kg Beras ke Lokasi Bencana di Agam
1. Pemko merasa tersinggung karena tidak dipenuhinya undangannya.
Dalam masalah ini kenapa kami tidak memenuhi undangan pemko tersebut, karena kami tidak pernah meminta untuk berdialog dengan Walikota, karena kami hanya meminta bertemu langsung dengan Walikota agar segera menyerahkan Sertifikat yang sudah menjadi hak milik Yayasan Fort De Kock.
Oleh karena kami ketahui, tidak diserahkan juga Sertipikat tersebut oleh Walikota Bukittinggi, maka Yayasan berkeinginan untuk memindahkan kampus ke Luar Kota Bukittinggi, yang berdampak terhadap kenyamanan dan ketentraman kami belajar di Kampus.
Sekiranya Pemko mau berdialog, sangatlah waras kiranya pihak Pemko tersebut mengundang Yayasan Fort De Kock itu sendiri, yang sudah terang benderang yang menggugat Pemko, bukan kami mahasiswa.
Baca juga : Jurnalis Bukittinggi & Agam Datangi Rumah Walikota Bukittinggi untuk Meminta Klarifikasi
2. Pemko meyatakan tidak bisa serta merta menyerahkan Sertipikat tersebut, karena ada masalah hukum?
Setau kami masalah hukum sudah final dan sudah berkekuatan hukum tetap, dimana dari uji hasil 2 proses perikatan jual beli yang ada, yang diakui oleh Pengadilan adalah Jual Beli antara Syafri ST Pangeran (Pemilik Tanah) dengan Yayasan Fort De Kock, yaitu dengan keluarnya keputusan Mahkamah Agung Nomor : 2108 K/Pdt/2022 yang sudah dieksekusi oleh Pengadilan Negeri Bukittinggi pada Tanggal 14 Oktober 2022.
3. Pemko meyatakan tidak ada satu kalimat dari Putusan Pengadilan itu mengatakan Pemko untuk menyerahkan Sertipikat
Perlu dipahami oleh pihak Pemko, bahwa tidak ada pula satupun kalimat dalam Putusan Pengadilan tersebut yang melarang Pemko untuk menyerahkan Sertipikat yang tidak atas nama Pemko tersebut, melainkan masih atas nama Hak Milik 655 Syafri ST Pangeran (selaku penjual).
Baca juga : Berobat ke Psikolog & Psikiater, Bisa Menggunakan BPJS Kesehatan
Dan oleh karena hal tersebutlah, maka amar Putusan point 4 Pemko selaku Tergugat IV dinyatakan sebagai pembeli yang tidak beritikad baik, yang merugikan Penggugat (Yayasan Fort De Kock), yang tidak layak untuk mendapatkan perlindungan secara hukum.
Dengan pengertian putusan ini tidak ada satupun alasan pemko untuk menahan sertipikat dimaksud karena sudah diperintahkan dalam point amar putusan berikutnya yang menghukum para tergugat untuk tunduk dan patuh menjalani putusan.
Baca juga : MUI Bukittinggi, LKAAM Bukittinggi, dan Kerapatan Adat Kurai Beri Himbauan Terkait Kasus Viral
4. Pemko menyatakan bangunan yang tanpa IMB yang sudah sampai SP3 yang sudah layak dilakukan pembongkaran tetapi tidak melakukannya, tanda keberpihakan kepada pendidikan?
Setau kami bangunan Kampus induk Fort De Kock sudah memiliki IMB pada tahun 2011, kemudian pada tahun 2016 ada pembangunan tambahan Gedung untuk Pustaka dan Pusat olahraga mahasiswa.
Satu bulan sebelum proses pembangunan dimulai Yayasan Fort De Kock telah mengajukan permohonan IMB ke PTSP Dinas PUPR Kota Bukittinggi, dan tidak pernah ditanggapi sampai selesai bangunan pada akhir tahun 2016.
Dan lucunya baru di tanggapi oleh pihak PUPR pada tahun 2018, sesuai dengan suratnya Nomor : 650.208/DPUPR-TR/IV-2018 tanggal 13 April 2018.
Baca juga : Berstatus Saksi, Terduga Kasus Inses Di Bukittinggi, Kini Diperiksa Di Rumah Sakit Jiwa Padang
Kemudian perlu juga kami beritahukan, bahwa Peringatan Ke-I dan Ke-II baru dikeluarkan pada tahun 2019 serta Peringatan Ke-III diberikan pada tahun 2021, sehingga kami menilai Peringatan ini adalah Peringatan yang telat mikir.
Ini hanya arogansi kekuasaan saja, karena kurang memahami aturan yang berlaku dimana masalah IMB diatas tanah yang sudah HGB hanya merupakan persyaratan administratif sehingga sanksi pun sifatnya hanyalah sanksi administrasi seperti pemutihan atau denda.
Namun hari ini bangunan sudah selesai dan telah pula dimanfaatkan oleh Pemko baru dipermasalahkan, Apakah ini yang dikatakan berpihak kepada dunia Pendidikan?
Baca juga : Jatanras Polresta Bukittinggi Tangkap Pelaku Pencabulan Anak Di Bawah Umur
5. Pemko Menyatakan sebagai tanda bukti kepedulian terhadap dunia Pendidikan, jika sudah selesai masalah asset kapan perlu bisa saja menghibahkan?
Perlu kami pertanyakan lagi kepada Pemko Bukittinggi tanah mana yang mau dihibahkan? Dan apa sudah mendapatkan persetujuan DPRD Kota Bukittinggi? Atau mungkin yang dimaksud tanah SHM 655 tersebut diatas?
Ketahuilah HM 655 sudah sah milik Yayasan Fort De Kock dan sudah dilunasi pembayarannya di Pengadilan sewaktu proses eksekusi, sudah pula di ukur ulang/tunjuk batas oleh BPN Kota Bukittinggi serta telah dikuasai secara baik dengan memagar beton permanen.
Jadi menurut kami pernyataan Sekda Bukittinggi tersebut adalah pernyataan yang ngawur dan tidak masuk akal sehat, sedangkan perintah putusan Mahkamah Agung saja tidak diakui dan dipatuhi, kok ada lagi itikad mau menghibahkan? Sangat mustahil dan jelas ini adalah pembohongan publik yang berjilid-jilid.
6. Mahasiswa seharusnya tidak perlu tahu dengan perkara ini, karena akan mengganggu konsentrasi mahasiswa.
Pernyataan Pak Sekda Bukittinggi yang melarang kami tidak perlu tahu terhadap proses dinamika yang terjadi di Kota Bukittinggi ini terkait kebijakan telah menghina hak intelektualitas kami selaku mahasiswa Indonesia sebagai agent of change, dimana dengan pernyataan diatas, telah dengan tendensius menempatkan kami hanya sebagai mahasiswa yang tugasnya hanya duduk dan belajar saja di kampus dan tidak boleh mengkritisi dan menyuarakan suara hati masyarakat.
Dan Perlu juga kami sampaikan kepada Pemko Bukittinggi, bahwa sesungguhnya Dewan Pembina Yayasan Fort De Kock sudah melarang kami untuk melakukan segala aksi dan reaksi, karena Dewan Pembina masih memiliki energi untuk menghadapi ini semua, namun kami selaku mahasiswa memiliki peran sosial kontrol untuk itu.
Namun karena ini sudah menjadi ranah kepentingan kami sebagai mahasiswa dan masyarakat banyak, maka fardu kifayah kami wajib turun. Sebab kami hanya terdampak, kami telah sepakat untuk menolak kepindahan kampus Universitas Fort De Kock ke Agam, dan mendesak Yayasan Fort De Kock agar segera penambahan fasilitas Gedung belajar, jika terhalangnya pembangunan ini karna sertipikat belum dikuasai oleh Yayasan kami, maka secara jelas kami ikut merasakan dampaknya.
Baca juga : Harga Tiket Masuk Objek Wisata Bukittinggi
Hari ini Walikota Erman Safar telah mengecewakan kami, tidak sesuai janjinya saat kampanye dahulu yang katanya akan mendukung dalam dunia Pendidikan.
Kami mahasiswa akan terus mengawal dan akan mendesak Pemko Bukittinggi menyerahkan SHM 655.
Aksi pertama kemaren baru perwakilan mahasiswa yang menjabat di Kampus, jika Walikota Erman Safar masih bertele-tele dan hanya mencari pencitraan diatas persolan ini, maka ribuan teman-teman di kampus akan kami ajak kuliah ke jalan, berlantaikan aspal beratapkan awan, tak akan pulang sebelum berhasil!.
Pewarta : Ipan Cubenk
Editor : Saidi Bandaro